Lompat Batu Nias (ant/file)
Sebutan sebagai Paradise on Earth atau surganya di bumi untuk menggambarkan Kepulauan Nias, selama ini kerap terdengar hingga seantero dunia.
Namun, seiring dengan waktu, Kepulauan Nias yang terkenal dengan Omo hada (rumah adat), Tari baluse (tari perang) dan hombo batu (lompat batu) yang pernah menghiasi mata uang Rupiah dan menjadi ikon pariwisata Nias, kini bagaikan terbenam.
Pra pelancong dunia dulu kerap memuji Nias, betapa pulau yang terletak di barat Pulau Sumatera dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, memiliki keindahan alam dan kedahsyatan ombak untuk para penghobi surfing.
Tetapi sejak terjadinya rangkaian gempa diikuti dengan Tsunami yang melanda Nias, pada 26 Desember 2004 dan April 2005, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan domestik ke Nias masih saangat signifikan.
Mengingat kesohoran Pariwisata Nias tumbuh dan berkembang karena keindahan alam dan keunikan budayanya, Nias perlu konsisten untuk menjaga dan melestarikannya agar pariwisata Nias tidak benar-benar hilang ditelan zaman.
Nias juga harus mengembalikan fungsi utama kepariwisataan, dengan menjaga dan memelihara konsep pariwisata yang berbasis pada kehidupan masyarakat dan budaya.
Karena melalui kosep ini mengajarkan kepada kita untuk tetap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur budaya Nias, menghargai nilai kema-nusiaan serta membina kesadaran untuk menyumbangkan antara keperluan materi dan rohani, pemanfaatan sumber daya alam dan pelstariannya.
Masyarakat Nias dan pemerintah daerah setempat harus berbangga hati, karena memiliki warisan alam dan budaya yang kaya dan menak-jubkan. Nias memiliki situs peninggalan megalitik yang unik dan berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia.
Peninggalan era megalitikum tersebut berupa desa tradisional dengan rumah-rumah adat berarsitektur unik dan antik, tradisi lisan, serta berbagai kesenian dan kerajinan nasional yang memikat
Bukan cuma itu, Nia juga memiliki pariwisata budaya berkelanjutan karena memiliki warisan hoho (syair) dan mithos tentang “langit yang berlapis sembilan.”
Konsep ini sangat mendukung untuk membangkitkan pariwisata Nias dengan melibatkan langsung masyarakat guna mendukung kegiatan pariwisata di daerahnya melalui sentra-sentra pariwisata berbasis pada kegiatan hidup mereka sehari-hari.
Menghidupkan kembali pariwisata Nias juga bisa melalui desa tradisional Bawomataluo (bukit Matahari) yang lengkap dengan peninggalan budaya megalitik sebagai sentra pariwisata. Karena banyak pengakuan Wisman yang pernah berkunjung ke desa ini, layaknya menginjakkan kaki pada sensasi suatu peradaban ratusan tahun lalu.
Wisatawan dapat melihat langsung kehidupan sehari-hari masyarakat Nias yang tinggal di rumah-rumah trasidional. Desa pesisir atau pulau di selatan dapat dibina dengan mengangkat pada hidup keseharian nelayan atau petani tradisional di wilayah tengah dan barat Pulau Nias yang selama ini, bagaikan terpisahkan pagar yang besar, tinggi dan kukuh.
Membangkitkan kembali kepariwisataan Nias, bisa juga melalui kewirausahawan masyarakat secara menyeluruh dengan menjadikan kehidupan manusia yang berkaitan dengan gagasan, perilaku dan material.
Sehingga budaya yang dimaksudkan, tidak hanya kesenian, tingkat kemajuan teknologi atau hasil karya yang indah-indah. Tetapi juga emliputi karya Ono Niha dalam mempertahankan dan meningkatkan taraf hidup mau pun, proses adaptasi dengan lingkungan yang sangat akrab dengan terjadinya bencana.
Kabupaten Nias dengan ibukota Gunungsitoli yang dipisahkan Samudera Hindia dengan Pulau Sumatera, dapat ditempuh melalui udara dari ibukota Provinsi Sumatera Utara, Medan dengan pesawat terbang melalui bandar udara (Bandara) Polonia dan mendarat di lapangan terbang, Binaka.
Lapangan terbang Binaka dengan Gunungsitoli hanya berjarak, 15 kilometer. Sedangkan dari laut dihubungkan dengan jalur pelayaran tetap dari Sibolga menuju ibukota kabupaten, Gunungsitoli atau dari Sibolga menuju Teluk Dalam.
Sementarta jalan darat yang menghubungkan Gunungsitoli dengan Teluk Dalam diperkirakan sejauh 100 kilometer, ruas jalannya pasca gempa dan Tsunami telah diperbaiki dan mulus.
Teluk Dalam merupakan sentra wisata yang berbasis peninggalan budaya megalitik dan menjadi andalan kunjungan wisatawan mancanegara, paling menonjol keberadaan Desa Bawomataluo (Bukit Matahari) yang lengkap dengan rentangan bangunan rumah adat.
Di Desa Bawomataluo inilah, wisatawan yang berkunjung bukan saja bisa menikmati keindahan arsitektur bangunan rumah adat Omo Hada, juga pagelaran Tari Baluse (Tari Perang) mau pun Hombo batu (Lompat batu).
Tidak jauh dari Teluk Dalam dan Desa Bawomataluo yang diperkirakan berjarak 6 kilometer, juga terdapat kawasan Pantai Lagundri. Kawasan pantainya merupakan bentangan pasir yang lebar dan memanjang. Pantai ini menjadi tujuan utama Wisman yang khusus menghabiskan waktunya untuk berselancar atau olah raga ski air.
Pantai Lagundri dinilai unik dibandingkan dengan kawasan pantai-pantai lainnya, karena memiliki 15 jenis ombak (gelombang) yang cukup memikat.(bbs/hms)
Sumber : matanews.com
Dapatkan info lain mengenai biro perjalanan wisata & paket wisata murah serta info lainnya di ster1.karir.com/.
0 komentar:
Posting Komentar